07/01/12

Info Harga Karet di Lampung Selatan

Kalianda, (ANTARA) - Harga komoditas getah karet basah di kalangan petani Kabupaten Lampung Selatan naik dari Rp6.500 menjadi Rp7.500 per kilogram dalam sepekan terakhir "Pendapatan petani penyadap karet bertambah seiring dengan meningkatnya harga komoditas ini," kata Salim petani di Desa Bangunsari 
Harga  Karet Di Lampung Selatan Naik
Kecamatan Tanjungsari Lampung Selatan. Ia mengatakan, sebelumnya harga karet mancapai Rp11.000 per kilogram, kemudian anjlok pada harga Rp6.500 per kilogram dan sepekan ini naik lagi menjadi Rp7.500 per kilogram. "Petani berharap harga karet terus naik agar pendapatannya meningkat karena sebelumnya sempat mencapai Rp12.000 per kilogram," katanya. Penurunan harga karet, kata dia, telah terjadi sejak dua bulan lalu bersamaan dengan datangnya musim penghujan yang membuat kualitas getah hasil sadapan menurun degan kadar air lebih tinggi. Petani setempat lainnya, Ruslan mengatakan, harga karet saat ini mulai naik setelah anjok hingga 50 persen sejak sebulan lalu yang membuat pendapatan petani menurun. (ANT/krs)

Read More......

INFO HARGA KARET

Kalianda,  (ANTARA) - Harga komoditas getah karet basah di kalangan petani Kabupaten Lampung Selatan naik dari Rp6.500 menjadi Rp7.500 per kilogram dalam sepekan terakhir.
Harga  Karet Di Lampung Selatan Naik  
"Pendapatan petani penyadap karet bertambah seiring dengan meningkatnya harga komoditas ini," kata Salim petani di Desa Bangunsari Kecamatan Tanjungsari Lampung Selatan.

Ia mengatakan, sebelumnya harga karet mancapai Rp11.000 per kilogram, kemudian anjlok pada harga Rp6.500 per kilogram dan sepekan ini naik lagi menjadi Rp7.500 per kilogram.

"Petani berharap harga karet terus naik agar pendapatannya meningkat karena sebelumnya sempat mencapai Rp12.000 per kilogram," katanya.

Penurunan harga karet, kata dia, telah terjadi sejak dua bulan lalu bersamaan dengan datangnya musim penghujan yang membuat kualitas getah hasil sadapan menurun degan kadar air lebih tinggi.

Petani setempat lainnya, Ruslan mengatakan, harga karet saat ini mulai naik setelah anjok hingga 50 persen sejak sebulan lalu yang membuat pendapatan petani menurun. (ANT/krs)




Read More......

03/01/12

Renungan

Akankah kita kembali ke zaman batu ? Satu pertanyaan yang mungkin dikatakan tidak masuk akal, tapi mari kita renungi. “Berita Kepada Kawan” sebuah lagu yang ditembangkan oleh Ebiet G AD “… Mungkin alam telah enggan …. Melihat tingkah kita, yang penuh dengan dosa”. Dst. Penemuan fosil kerangka manusia atapun hewan oleh arkeologi yang mereka katakan manusia purba atau hewan purba yang hidup sekian ribu tahun lalu. Seperti apa toh kehidupan manusia purba itu ? Kehidupan manusia pada zaman itu jauh berbeda dengan kehidupan seperti kita sekarang Dari segi papan (tempat tinggal) , Mereka tinggal (kebanyakan) didalam Gua, mereka hidup berkelompok 3 sampai 6 orang perkelompok. (Pada zaman itu populasi manusia masih sedikit). Mereka tidur tidak beralasan apapun, tanpa penerangan kecuali dari api unggun yang mereka buat itupun sebenarnya untuk menakut-nakuti binatang buas yang akan mengganggu mereka atau untuk mengurangi rasa dingin yang menerpa. Bayangkan kalau kita tidur tanpa pakaian, gak usah di alam terbuka didalam kamar saja rasanya beerrrrr dinginnya. Kenapa tanpa busana ? Pada zaman itu kan belum ada tukang jahit, boro-boro tukang jahit , pabrik kain aja belum ada, ya namanya juga zaman purba. Pokoknya manusia purba serba gombal-gambul he he he Eh mereka waktu mau bikin api unggun bagaimana ya ? Mereka mengumpulkan rumput atau daun kering yang kelak akan dijadikan awal pembuatan api unggun, eh korek apinya beli dimana ya ? sumber energy yang menghasilkan panas merka dapatkan hanya menggosok-gosokan batu dengan batu dengan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan api, gak kaya kita sekarang, apapun serba ada. Dari segi pangan. Untuk memenuhi kubutuhan sehari-hari mereka berburu, perburuan dilakukan secara berkelompok dengan alat yang terbuat dari batang atau ranting pohon mereka jadikan seperti tombak yang ujungnya dikaitkan batu yang berbentuk mata tombak. Hasil perburuan mereka awetkan dan simpan agar dapat konsumsi beberapa lama. Dari segi sosial. Tak ada satupun yang mereka ketahui tentang sosial, kecuali bagaimana mereka dapat bertahan hidup. Apalagi mengenai hukum atau aturan Waktu terus berlalu dari waktu ke waktu, entah siapa yang mengajarkan mereka cara bertani, bernyanyi,berpakaian,berpolitik dan sebagainya sampai memanfaatkan sumber energy dari alam seperti minyak tanah,bensin,gas dan sebagainya dengan kebutuhan dan pengguna yang terbatas. Memasuki abad 19 manusia semakin pintar semakin maju pemikirannya. Yang tadinya dikerjakan secara manual sekarang dapat dikerjakan secara otomatis dengan memanfaatkan energy listrik maupun panas. Kebutuhan manusia semakin beragam, dari yang non energy sampai yang menggunakan energy. Abad 20 sumber energy semakin menipis Sosial individupun semakin tak jelas , hukum tidak lagi ditakuti Keinginan masing-masing individu untuk memiliki gunung semakin tak terhitung Coba tengok berita kelangkaan BBM Masyarakat mau beli minyak tanah antri Mau beli gas antri (masyarakat di pelosok yang tadinya menggunakan kayu bakar yang gak harus beli di kasih kompor dan tabung gas gratis) Mau beli bensin antri (masyarakat yang tadinya naik bis umum murah tapi bau ketek akhirnya beli motor, ada juga yang beli mobil karena sudah berhail korupsi) (Mau korupsi Antri) lihat aja kalau mau pemilu jatah 5 kursi yang antri 40 (Mau beli Blackbarry antri) tanda-tanda orang sombong, padahal dibebera daerah masih ada yang makan nasi aking. Terus bagaimana kalau energy makin menipis-pis Bakalan PLN ga nyala lagi Bakalan banyak Ranmor ga jalan Bakalan pabrik korek api tutup Dan banyak lagi Keturunan kita yang keberapa yang akan mengalami masa itu? Apalagi masalah sosial semakin sulit keadaan semakin orang tak lagi berpikir sehat,milikmu adalah miliku juga Nyawa manusia tak ada lagi harganya Kembali lah kita ke zaman batu !!!!

Read More......